Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA

Berikut ini adalah berkas buku atau Naskah Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA. Download file PDF. Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA ini merupakan naskah pendukung implementasi Kurikulum 2013 yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMA, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemdikbud RI.

Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA

Panduan Penyelenggaraan SKS ini sangat lengkap dan memuat banyak hal, mulai dari pengertian, 7 (tujuh) prinsip penyelenggaraan SKS, pengelolaan SKS, layanan utuh pembelajaran, Peta Jalan (Road Map) penyelenggaraan SKS, pengelolaan SKS pada masa transisi, mekanisme penyelenggaraan SKS, pengelolaan pembelajaran, penilaian dan pengolahan nilai, layanan mutasi peserta didik hingga penyelenggaraan SKS sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk itu, setiap SMA penyelenggaraan SKS wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh ketentuan-ketentuan yang telah dituangkan dalam Pedoman ini. Selanjutnya, Untuk memahami layanan utuh pembelajaran individu disarankan membaca Panduan Pembelajaran Tuntas. Sedangkan untuk memahami pengembangan UKBM disarankan membaca naskah Panduan Pengembangan UKBM. Keduanya diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, Tahun 2017.

Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA

Berikut ini kutipan teks dari isi berkas naskah Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA:

Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan KebuKurikulum 2013 dikembangkan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Proses penerapannya dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan sejak tahun pelajaran 2013/2014 agar terjadi penguatan dan peningkatan mutu di sekolah. Pada tahun pelajaran 2018/2019 seluruh satuan pendidikan diprogramkan sudah menerapkan Kurikulum 2013.

Kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah memberikan pelatihan dan pendampingan bagi guru dari sekolah yang akan melaksanakan Kurikulum 2013, dan mengembangkan naskah pendukung implementasi Kurikulum 2013 untuk Kepala Sekolah dan Guru. Melaksanakan kebijakan tersebut, Direktorat Pembinaan SMA pada tahun 2016 dan 2017 telah mengembangkan naskah-naskah pendukung implementasi Kurikulum 2013 berupa pedoman, panduan, model, dan modul sebagai referensi bagi Kepala Sekolah dan Guru dalam mengelola dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dan penilaian.

Naskah pendukung implementasi Kurikulum 2013 tersebut dalam penggunaannya dapat diimprovisasi, diinovasi dan dikembangkan lebih lanjut sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu Kepala Sekolah dan Guru dituntut kritis, kreatif, inovatif, dan adaptif untuk dalam menggunakan naskah tersebut. Semoga naskah ini dapat menginspirasi Kepala Sekolah dan Guru untuk memberikan yang terbaik bagi peningkatan mutu pendidikan di SMA melalui Kurikulum 2013.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun pelajaran 2013/2014 telah menetapkan kebijakan implementasi Kurikulum 2013 secara terbatas di 1.270 SMA. Selanjutnya pada tahun pelajaran 2014/2015, Kurikulum 2013 dilaksanakan diseluruh SMA pada kelas X dan XI. Pada tahun 2014 dengan mempertimbangkan masih adanya beberapa kendala teknis, maka berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013 dilakukan penataan kembali implementasi Kurikulum 2013. Berdasarkan Permendikbud tersebut, Kurikulum 2013 diterapkan secara bertahap di satuan pendidikan mulai semester genap tahun pelajaran 2014/2015 sampai dengan tahun pelajaran 2018/2019.

Melaksanakan implementasi Kurikulum 2013, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah memprogramkan kegiatan pelatihan dan pendampingan bagi Guru dari sekolah yang akan melaksanakan Kurikulum 2013. Mendukung kebijakan tersebut, Direktorat Pembinaan SMA sesuai dengan tugas dan fungsinya melakukan fasilitasi pembinaan implementasi Kurikulum 2013 melalui pengembangan naskah pendukung implementasi Kurikulum 2013 berupa modul pelatihan, pedoman, panduan, dan model- model yang telah dikembangkan pada tahun 2016 dan tahun 2017. Naskah-naskah tersebut antara lain : (1) Model-Model Pembelajaran; (2) Model Pengembangan RPP; (3) Model Peminatan dan Lintas Minat; (4) Panduan Supervisi Akademik; (5) Panduan Pengembangan Pembelajaran Aktif; (6) Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) Di SMA; (7) Panduan Pengembangan Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM); (8) Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas; (9) Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS); dan (10) Panduan Sukses E-Rapor SMA Versi 2017.

Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pasal tersebut secara tegas mengedepankan kepentingan peserta didik sebagai bagian penting dari komponen pendidikan. Dalam kajian filosofisnya, peserta didik dipandang sebagai manusia seutuhnya yang unik, dimana mereka dipandang sebagai manusia yang memiliki hak dan kewajiban. Dalam pendidikan, hak-hak peserta didik haruslah lebih dikedepankan daripada kepentingan lainnya. Peserta didik sebagai individu yang unik memiliki bakat, minat, kemampuan, dan gaya belajar yang berbeda. Setiap peserta didik harus mendapatkan layanan pendidikan masal untuk peserta didik secara individual (mass education of individual) bukan pendidikan individual bagi peserta didik masal (individual education of the mass) agar dapat berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing. Hal tersebut dipertegas dalam Undang-Undang Sisdiknas Pasal 12 ayat (1) point b bahwa peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan Pasal 19 ayat (1) disebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik, dan ayat (2) menegaskan bahwa beban belajar dapat dinyatakan dalam bentuk satuan kredit semester. Dalam kaitannya dengan ini, dalam Undang-Undang Sisdiknas Pasal 12 ayat (1) point f menyatakan bahwa peserta didik dapat menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan. Dengan demikian, bakat, minat dan kecepatan belajar peserta didik yang berbeda harus difasilitasi oleh sekolah.

Dalam konteks layanan utuh pendidikan dalam kerangka Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) antara lain adalah konteks layanan utuh pembelajaran dengan Sistem Kredit Semester. Sistem Kredit Semester (SKS) merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan yang dirancang untuk memberikan layanan pendidikan yang memungkinkan peserta didik dapat menyelesaikan keseluruhan beban belajar sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan kecepatan belajarnya. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 158 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Menengah pada Pasal 4 menyebutkan bahwa pembelajaran dengan SKS dikelola dalam bentuk pembelajaran yang berdiferensiasi bagi masing-masing kelompok peserta didik yang berbeda kecepatan belajarnya. Untuk itu, harus ada diversifikasi layanan pembelajaran dalam penyelenggaraan SKS. Layanan utuh pembelajaran mengacu kepada konsep pembelajaran tuntas (mastery learning), yaitu strategi pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual yang mempersyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh Kompetensi Inti (KI) maupun Kompetesi Dasar (KD) mata pelajaran. Pembelajaran yang demikian memberi kesempatan dan kualitas pengajaran yang berbeda kepada peserta didik.

Selanjutnya, pasal 2 pada Permendikbud tersebut, mengamatkan bahwa SKS diselenggarakan dengan prinsip (a) fleksibel; dalam arti penyelenggaraan SKS dengan fleksibilitas pilhan mata pelajaran dan waktu penyelesaian masa belajar yang memungkinkan peserta didik menentukan dan mengatur strategi belajar secara mandiri; (b) keunggulan; dalam arti penyelenggaraan SKS yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan belajar dan mencapai tingkat kemampuan optimal sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan/kecepatan belajar; (c) maju berkelanjutan yang mengandung makna penyelenggaraan SKS yang memungkinkan peserta didik dapat langsung mengikuti muatan, mata pelajaran atau program lebih lanjut tanpa terkendala oleh peserta didik lain;dan (d) keadilan, yang mengandung makna penyelenggaraan SKS yang memungkinkan peserta didik mendapatkan kesempatan untuk memperoleh perlakuan sesuai dengan kapasitas belajar yang dimiliki dan prestasi belajar yang dicapainya secara perseorangan. Prinsip-prinsip ini memperjelas dan mempertegas bahwa SKS bukan program percepatan sebagaimana dimaksudkan pada program akselerasi yang telah dicabut ijin penyelenggaraannya. SKS lebih mengedepankan layanan utuh pembelajaran kepada peserta didik yang memiliki bakat, minat, dan kemampuan/kecepatan belajar yang unik. Oleh karena itu, strategi belajar, kesempatan mencapai tingkat kemampuan optimal, kesempatan mengikuti muatan, mata pelajaran atau program lebih lanjut serta prestasi belajar yang dicapai benar-benar ditentukan oleh peserta didik itu sendiri dan bukan ditentukan oleh pihak di luar diri peserta didik termasuk oleh pihak sekolah. Tugas sekolah menyediakan fasilitas layanan utuh pembelajaran dalam bentuk unit-unit belajar utuh setiap mata pelajaran, sedangkan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh unit belajar utuh setiap mata pelajaran tersebut tergantung dari bakat, minat, dan kemampuan/kecepatan belajar peserta didik. Adanya unit-unit belajar utuh setiap mata pelajaran dalam penyelenggaraan SKS tersebut, maka bagi pembelajar cepat, normal, maupun lambat dapat terfasilitasi dengan baik sesuai dengan toleransi waktu yang tersedia. Unit belajar utuh tersebut sekaligus sebagai sarana diversifikasi layanan pembelajaran 3 (tiga) kelompok pembelajar.

Hingga Tahun 2016 jumlah sekolah penyelenggara SKS yang telah terdata oleh Direktorat pembinaan SMA Kementerian Pendidikan dan kebudayaan sebanyak lebih dari 100 sekolah baik negeri maupun swasta. Berdasarkan hasil diskusi kelompok terpumpun yang diselenggarakan beberapa kali oleh Direktorat Pembinaan SMA, memberikan informasi bahwa (1) terdapat keragaman varian implementasi SKS di lebih dari 100 sekolah yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia; (b) penyelenggaraan SKS sebagai pengganti program akselerasi yang telah dicabut ijin penyelenggaraannya sehingga muncul layanan pola 4, 5, dan 6 semester; (c) terdapat penggunaan istilah yang tidak terwadahi dalam ketentuan perundang-undangan, misalnya kontinu, diskontinu, on-off, seri mata pelajaran, semester pendek, dan lain- lain. Keragaman varian implementasi SKS tersebut ternyata menimbulkan kendala bagi penyelenggara SKS utamanya berkaitan dengan sinkronisasi DAPODIK (Data Pokok Pendidikan), di samping kendala yang lain. Untuk itu, perlu segera dibangun satu sistem penyelenggaraan SKS sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (3) bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Memperhatikan kesenjangan antara prinsip penyelenggaraan SKS sebagaimana dimaksudkan dalam peraturan perundangan dengan penyelenggaraan SKS di lebih dari 100 sekolah sebagaimana dikemukakan di atas, maka Direktorat Pembina SMA memandang perlu untuk menyusun Panduan Penyelenggaraan SKS agar tetap konsisten dan koheren dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang bersifat nasional sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Tujuan
Panduan Penyelenggaraan SKS ini bertujuan agar dapat membantu satuan pendidikan dalam hal berikut.
  1. Memahami pengertian, prinsip penyelenggaraan dan pengelolaan SKS secara utuh.
  2. Memahami tentang layanan utuh pembelajaran dengan SKS.
  3. Mengelola SKS pada masa transisi khususnya bagi lebih dari 100 sekolah penyelenggara SKS mulai Juli 2017 s.d TP 2019/2020.
  4. Menyelenggarakan SKS sesuai dengan mekanisme penyelenggaraan yang benar.
  5. Mengelola pembelajaran dengan SKS secara efektif dan bermakna.
  6. Menilai dan mengolah nilai hasil belajar.
  7. Melayani mutasi peserta didik.
  8. Menyelenggaraan SKS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup Panduan Penyelenggaraan SKS di SMA sebagai berikut.
  1. Pengertian, prinsip penyelenggaraan dan pengelolaan SKS meliputi pengertian SKS, prinsip penyelenggaraan SKS, layanan utuh pembelajaran dengan SKS, pengelolaan SKS, peta jalan penyelenggaraan SKS, dan pengelolaan SKS pada masa transisi.
  2. Mekanisme penyelenggaraan SKS meliputi mekanisme penyelenggaraan secara umum, pengelolaan pembelajaran, penilaian dan pengolahan nilai hasil belajar, mutasi peserta didik, dan ketentuan penyelenggaraan SKS.

Landasan
  1. Undang-Undang Dasar Negera Republik IndonesiaTahun 1945.
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Pertama atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
  6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Menengah.
  7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 59/2014 tentang Kurikulum pada Pendidikan Dasar dan Menengah.
  8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 61/2014 tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
  9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62/2014 tentang Ekstrakurikuler.
  10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 63/2014 tentang Pendidikan Kepramukaan.
  11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64/2014 tentang Peminatan.
  12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111/2014 tentang BK.
  13. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Menengah.
  14. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 53/2015 tentang Penilaian Hasil Belajar.
  15. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahuan 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
  16. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor sd 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi.
  17. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 tentang Standar Proses.
  18. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23tentang Standar Penilaian.
  19. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar.
  20. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
  21. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Penilaian Hasil Belajar Oleh Satuan Pendidikan.

Pengertian Sistem Kredit Semester (SKS)
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 158 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Menengah Pasal 1 menyebutkan bahwa Sistem Kredit Semester selanjutnya disebut SKS adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang peserta didiknya menyepakati jumlah beban belajar yang diikuti dan/atau strategi belajar setiap semester pada satuan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan/kecepatan belajarnya. SKS diselenggarakan melalui pengorganisasian pembelajaran bervariasi dan pengelolaan waktu belajar yang fleksibel. Pengorganisasian pembelajaran bervariasi dilakukan melalui penyediaan unit-unit pembelajaran utuh setiap mata pelajaran yang dapat diikuti oleh peserta didik. Pengelolaan waktu belajar yang fleksibel dilakukan melalui pengambilan beban belajar untuk unit-unit pembelajaran utuh setiap mata pelajaran oleh peserta didik sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing. Unit pembelajaran utuh disebut juga dengan Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM). Unit Kegiatan Belajar merupakan satuan pelajaran yang kecil yang disusun secara berurutan dari yang mudah sampai ke yang sukar. Satuan pelajaran tersebut merupakan pelabelan penguasaan belajar peserta didik terhadap pengetahuan dan keterampilan yang disusun menjadi unit-unit kegiatan belajar yang melibatkan satuan waktu belajar, misalnya 2x45 menit (90 menit). UKBM tersebut memuat Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) serta strategi pembelajaran individual untuk mencapai ketuntasan beban belajar yang telah ditentukan. Dalam UKBM di samping sebagai pelabelan penguasaan peserta didik terhadap pengetahuan dan keterampilan diharapkan juga memberikan dampak pengiring terbangunnya karakter yang dibutuhkan dalam kehidupan abad 21 seperti berpikir kritis, bertindak kreatif, bekerjasama, berkomunikasi, dan lain-lain.

Prinsip Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS)
Penyelenggaraan SKS di beberapa sekolah selama ini belum semuanya selaras dengan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 158 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam rangka penguatan/pemantapan program implementasi penyelenggaraan SKS sesuai dengan NSPK tersebut, setiap SMA penyelenggaraan SKS wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh prinsip-prinsip sebagai berikut.
  1. Setiap Peserta didik harus diperlakukan dan dilayani sebagai individu yang unik sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan gaya belajar serta kebutuhan ekosistem pendidikan yang mendukung. Implementasi SKS dimaksudkan untuk melayani semua kelompok peserta didik yang termasuk pembelajar cepat, pembelajar normal, dan pembelajar lambat, jadi, bukan hanya untuk peserta didik pembelajar cepat (vide Pasal 1, 2, dan 3).
  2. Proses belajar dan pembelajaran harus dirancang dan dikembangkan sebagai proses interaktif yang mengorganisasikan pengalaman belajar untuk membangun sikap, pengetahuan, dan keterampilan, serta karakter melalui tranformasi pengalaman belajar melalui pembelajaran tatap muka, terstruktur, dan mandiri yang bersifat sistematik dan sistemik. (videPasal 3, 4, dan Pasal 6).
  3. Setiap peserta didik harus difasilitasi demikian rupa agar mampu mencapai ketuntasan belajar dalam setiap mata pelajaran secara optimal sesuai kecepatan belajarnya. Bagi peserta didik termasuk kelompok pembelajar lambat harus dibantu dengan program remediasi yang memadai untuk mengejar penuntasan kompetensi paling tidak sama dengan peserta didik yang normal, dan bagi peserta didik yang termasuk pembelajar cepat harus difasilitasi untuk mempelajari paket belajar berikutnya sehingga dapat menyelesaikan setiap mata pelajaran, dan pada akhirnya seluruh mata pelajaran dalam waktu yang lebih cepat dari waktu yang tersedia secara formal (Baca juga Naskah Panduan Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMA, Tahun 2017). (videPasal 6,7, 8,9, dan 10).
  4. Penilaian hasil belajar peserta didik harus menggunakan penilaian acuan patokan berbasis kompetensi atau tugas otomatis. Artinya penguasaan/capaian belajar setiap peserta didik diukur dari penguasaan kompetensi yang dicapai secara individual. Penguasaan kompetensi peserta didik diukur dari kriteria ketuntasan setiap KD masing-masing mata pelajaran pada semester berjalan. Kelulusan setiap peserta didik ditentukan oleh penyelesaian seluruh mata pelajaran secara tuntas dan diakhiri dengan ujian sekolah atau ujian yang bersifat nasional sebagai penilaian sumatif yang dapat diadakan pada setiap semester.(vide Pasal 2,3, dan 13).
  5. Bahan belajar dan pembelajaran harus menggunakan paket belajar utama yang ditetapkan oleh pihak berwenang atau oleh satuan pendidikan dan tersedia secara publik di pasaran, yang dapat berbentuk Buku Teks Pelajaran (BTP) dan/atau modul, yang berbentuk kemasan unit-unit pembelajaran utuh individual yang dapat dipelajari secara mandiri disertai sumber belajar lain yang tercetak dan/atau digital. Buku teks pelajaran menggunakan buku yang telah ditetapkan secara resmi oleh Kemendikbud atau dikembangkan bahan belajar baru yang bersifat moduler yang sepenuhnya atau sebagian bersifat membelajarkan sendiri. Disamping itu harus dikembangkan Unit Kegiatan Belajar (UKBM) berbasis KD yang digunakan untuk memfasilitasi peserta didik secara bertahap-berlanjut mempelajari dan menguasai unit-unit pembelajaran dalam suatu mata pelajaran. Dengan demikian setiap peserta didik dapat belajar untuk menguasai kompetensi sesuai dengan gaya dan kecepatan belajarnya. (videPasal 3,6,7,8, dan 9).
  6. Program pendidikan harus sepenuhnya menggunakan Struktur Kurikulum 2013 beserta semua perangkat pendukungnya yang relevan; dan pengambilan mata pelajaran oleh peserta didik dilakukan secara fleksibel secara individual atau kelompok kecil. Seluruh mata pelajaran yang diwajibkan harus ditempuh oleh setiap peserta didik. Karena itu setiap peserta didik memiliki kuota belajar di SMA sama selama 6 (enam) semester, tidak boleh ada pemampatan ke dalam program kurang dari enam semester. Dalam implementasi SKS proses pendidikan diprogramkan agar setiap peserta didik dapat belajar lebih efisien sehingga lama belajarnya bisa kurang dari 6 (enam) semester dengan cara menyelesaikan penguasaan setiap/seluruh mata pelajaran lebih cepat. Bagi peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan seluruh mata pelajaran sesuai waktu belajar yang tersedia (8 semester) harus tetap difasilitasi sampai dengan yang bersangkutan menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang dipersyaratan dalam Kurikulum.(videPasal 1, 2, 3, 4, 6,7,8, 9, 12, 13, dan 14).
  7. Guru dan/atau sekolah harus berperan sebagai: fasilitator belajar, pengorganisasi belajar, penopang kajian, pembangun karakter, dan sumber belajar. Pada dasarnya setiap guru, sesuai dengan kewenangannya, harus menyelenggarakan pembelajaran klasikal, pembelajaran kelompok kecil, dan pembelajaran individual sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik yang bervariasi. Jadwal semua pembelajaran diatur sepenuhnya oleh masing-masing satuan pendidikan dengan pimpinan Kepala Sekolah dan seluruh perangkatnya. Demikian juga untuk pengelolaan sarana dan prasarananya sepenuhnya menjadi kewenangan masing- masing satuan pendidikan dalam kerangka peningkatan mutu berbasis sekolah. (vide Pasal 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, dan 17).

Layanan Utuh Pembelajaran dengan SKS
1. Pengaturan Beban Belajar
Pengaturan beban belajar sepenuhnya mengikuti ketentuan Struktur Kurikulum 2013. Dalam Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 pada Sekolah Menengah Atas/Madrasah pada Pasal 7 ayat (3) s.d (9), disebutkan bahwa (1) beban belajar merupakan keseluruhan muatan dan pengalaman belajar yang harus diikuti peserta didik dalam satu minggu, satu semester, dan satu tahun pelajaran; (2) beban belajar tersebut terdiri atas: kegiatan tatap muka, kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri; (3) beban belajar kegiatan tatap muka dinyatakan dalam jumlah jam pelajaran per minggu, dengan durasi setiap satu jam pelajaran adalah 45 (empat puluh lima) menit; (4) beban belajar kegiatan terstruktur dan beban belajar kegiatan mandiri paling banyak 60% (enam puluh persen) dari waktu kegiatan tatap muka yang bersangkutan; (5) beban belajar satu minggu untuk: Kelas X adalah 42 (empat puluh dua) jam pelajaran, Kelas XI adalah 44 (empat puluh empat) jam pelajaran, dan Kelas XII adalah 44 (empat puluh empat) jam pelajaran; (6) beban belajar satu semester di Kelas X dan Kelas XI masing-masing paling sedikit 18 (delapan belas) minggu efektif; (7) Beban belajar di kelas XII semester ganjil paling sedikit 18 (delapan belas) minggu efektif dan semester genap paling sedikit 14 (empat belas) minggu efektif.

Selanjutnya masih relevan dengan beban belajar, pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 158 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Menengah Pasal 3 ayat (3) dinyatakan bahwa pengambilan beban belajar untuk unit-unit pembelajaran utuh setiap mata pelajaran oleh peserta didik sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing. Dengan demikian, pengaturan beban belajar dalam penyelenggaraan SKS adalah pengaturan beban belajar setiap unit pembelajaran utuh atau dalam hal ini disebut UKBM dalam rangka mencapai ketuntasan belajar atau penguasaan substansi pada UKBM, dan ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar sebagaimana ditetapkan pada Struktur Kurikulum 2013. Berikut adalah pengaturan beban belajar setiap UKBM.

a. Beban Belajar setiap UKBM diatur secara proporsional dengan jumlah pasangan KD total untuk setiap mata pelajaran SMA.

b. Beban Belajar setiap UKBM disesuaikan dengan tugas belajar (learning task) dan pengalaman belajar (learning experiences) yang dituntut untuk masing-masing pasangan KD. 

Mengacu kepada 2 (dua) pengaturan beban belajar setiap UKBM di atas, maka penghitungan beban belajar setiap UKBM yang dinyatakan dalam jam pelajaran (JP). 
a. RPP mata pelajaran tertentu memuat 1 (satu) pasangan KD, alokasi waktu misalnya 4 JP (2 pertemuan) dengan 1 UKBM. Dari satuan waktu yang tersedia, yaitu 4x45 menit (180 menit) minimal 72 menit untuk kegiatan tatap muka dan paling banyak 108 menit untuk kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri setiap minggu dalam satu semester.

b. RPP mata pelajaran tertentu memuat 1 (satu) pasangan KD, alokasi waktu misalnya ada 4 JP (2 pertemuan) dengan 2 UKBM. Dari satuan waktu yang tersedia, yaitu 4x45 menit (180 menit) minimal 72 menit untuk kegiatan tatap muka dan paling banyak 108 menit untuk kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri setiap minggu dalam satu semester.

c. RPP mata pelajaran tertentu memuat lebih dari 1 (satu) pasangan KD, alokasi waktu misalnya 6 JP (3 pertemuan) dengan 1 UKBM. Dari satuan waktu yang tersedia, yaitu 6x45 menit (270 menit) minimal 108 menit untuk kegiatan tatap muka dan paling banyak 162 menit untuk kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri setiap minggu dalam satu semester.

d. RPP mata pelajaran tertentu memuat lebih dari 1 (satu) pasangan KD, alokasi waktu 6 JP (3 pertemuan) dengan 3 UKBM. Dari satuan waktu yang tersedia, yaitu 6x45 menit (270 menit) minimal 108 menit untuk kegiatan tatap muka dan paling banyak 162 menit untuk kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri setiap minggu dalam satu semester.

Berdasarkan 4 (empat) contoh penghitungan beban belajar UKBM di atas, maka penghingan beban belajar pada setiap UKBM didasarkan pada alokasi waktu dari pasangan KD dalam RPP setiap minggu dalam satu semester. Apabila dalam RPP memuat lebih dari 1 (satu) pasangan KD atau memuat 1 (satu) pasang KD namun tugas belajar dan pengalaman belajar yang dituntut dalam pasangan KD tersebut banyak, maka 2 (dua) macam RPP tersebut alokasi waktunya banyak. Untuk itu, beban belajar UKBM dari RPP tersebut banyak. Dengan demikian, beban belajar pada setiap UKBM disesuaikan dengan tugas belajar dan pengalaman belajar yang dituntut pada pasangan KD dengan tetap memperhatikan satuan waktu untuk kegiatan tatap muka, kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri. Pengaturan alokasi waktu pada setiap UKBM secara proporsional harus dilakukan pada saat melakukan pemetaan KD pada waktu menyusun Promes. Pengelolaan layanan utuh pembelajaran dengan SKS dapat diilustrasikan pada Lampiran 3.

Pengelolaan Sistem Kredit Semester (SKS)

Pengelolaan SKS memerlukan dukungan dari berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikan. Pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan SKS beserta perannya disampaikan berikut.

1) Pemerintah
Mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 158 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Menengah Pasal 15 yang menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi penyelenggaraan SKS di satuan pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing, maka peran pemerintah sebagai berikut.
a. Pemerintah Pusat melalui Direktorat Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki peran sebagai berikut. 
  1. Menindaklanjuti regulasi tentang SKS melalui penyusunan dan penyebarluasan naskah-naskah pendukung penyelenggaraan SKS, misalnya Pedoman Penyelenggaraan SKS, Panduan Pembelajaran Tuntas, Panduan Pembimbing Akademik, Panduan Pengembangan UKBM, dan lain-lain.
  2. Memfasilitasi terjalinnya kerjasama untuk memperkuat dan tindaklanjut penyelenggaraan SKS, misalnya dengan: Perguruan Tinggi, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan, DAPODIK, dan lain-lain.
  3. Menyelenggarankan diksusi kelompok terpumpun untuk menggali praktik- praktik baik dari sekolah-sekolah penyelenggara SKS untuk dijadikan inspirasi perbaikan penyelenggaraan SKS secara berkala dan berkelanjutan.
  4. Berkoordinasi dengan LPMP dan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi dalam rangka pembinaan dan penguatan penyelenggaraan SKS.
  5. Memberikan Bantuan Pemerintah (Bantah) pendampingan penyelenggaraan SKS.
  6. Menyusun aplikasi pemantauan perkembangan pelaksanaan Bantah pendampingan penyelenggaraan SKS.
  7. Melaksanakan Bimbingan Teknis (Bimtek) implementasi SKS.
  8. Menyusun instrumen Sistem Penjaminan Mutu (SPM) penyelenggaraan SKS.
  9. Bersama LPMP dan Dinas Pendidikan Provinsi melakukan pemantauan, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan SKS.
  10. Menyetujui surat ijin penyelenggaraan SKS dari Dinas Pendidikan Provinsi dan mengeluarkan surat ijin penyelenggaraan SKS yang disahkan oleh Direktur Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
b. LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan)
Mengacu kepada Permendikbud Nomor 14 Tahun 2015 tentang Organisasi Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), di mana LPMP sebagai unit pelaksana teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berada di bawah tanggung jawab kepada Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, maka peran LPMP dalam penyelenggraan SKS di SMA sebagai berikut.
  1. Berkoordinasi dengan Direktorat Pembinaan SMA dan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi melaksanakan penjaminan mutu penyelenggaraan SKS.
  2. Melakukan pemetaan mutu penyelenggaraan SKS.
  3. Mengembangkan dan mengelola sistem informasi mutu penyelenggaraan.
  4. Melaksanakan supervisi pencapaian standar mutu penyelenggaraan SKS.
  5. Fasilitasi peningkatan mutu penyelenggaraan SKS di SMA.
  6. Melaksanakan kerjasama di bidang penjaminan mutu penyelenggaraan SKS.

c. Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi memiliki peran sebagai berikut.
  1. Memberikan pembinaan penyusunan kurikulum penyelenggaraan SKS (KTSP) sekaligus mengesahkannya.
  2. Memberikan pembinaan perencanaan penyusunan anggaran penyelenggaraan SKS (RKAS/M) sekaligus mengesahkannya.
  3. Memberikan pembinaan terhadap Sistem Penjaminan Mutu penyelenggaraan SKS.
  4. Memberikan pembinaan kepada satuan pendidikan dalam penyusunan unit-unit pembelajaran utuh atau UKBM.
  5. Pengawasan dan pemantauan terhadap penyelenggraan SKS.
  6. Melakukan verifikasi dokumen-dokumen kesiapan sebelum memberikan rekomendasi kepada satuan pendidikan untuk mendapatkan surat ijin penyelenggaraan SKS dari Direktorat Pembinaan SMA.
  7. Mengatur secara kolektif pengurusan ijin penyelenggaraan SKS ke Direktorat Pembinaan SMA.

2) Pengawas
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada Pasal 57 yang menyatakan bahwa supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepalasatuan pendidikan, maka peran pengawas dalam penyelenggaraan SKS sebagai berikut.
a. Membina pengembangan kualitas sekolah, Kepala Sekolah, guru, dan seluruh staf sekolah dalam penyelenggaraan SKS.
b. Mendampingi guru dalam menyusun UKBM dan perangkat pembelajaran lain pendukung layanan utuh pembelajaran SKS.
c. Memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan dalam penyelenggaran SKS.
d. Mensupervisi pengelolaan sekolah dalam penyelenggaraan SKS.
e. Memonitoring dan mengevaluasi pelaksanaan program sekolah beserta pengembangannya dalam penyelenggaraan SKS.
f. Melakukan penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan sekolah secara kolaboratif dengan stakeholder sekolah dalam penyelenggaran SKS.
g. Melakukan penilaian kinerja Kepala Sekolah dan penilaian kinerja guru dalam menyelenggarakan SKS.

3) Komite Sekolah
Mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 56 ayat (3) bahwa Komite Sekolah adalah lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, maka peran komite sekolah dalam penyelenggaran SKS sebagai berikut.
a. Memberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksaaan kebijakan penyelenggaraan SKS.
b. Memberi dukungan baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan SKS.
c. Mengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan SKS. d. Mediator antara pemerintah dan masyarakat untuk mendukung penyelenggaraan SKS

4) Kepala Sekolah
Mengacu kepada Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, makaperan Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan SKS sebagai berikut.
a. Membentuk dan menyusun Surat Keputusan (SK) Tim Pengembang Sekolah (TPS). 
b. Menyusun berbagai tingkat perencanaan penyelenggaraan SKS, meliputi rencana strategis empat tahun (RKJM), rencana operasional satu tahun (RKT), RKAS/M, KTSP, Peraturan Akademik (PA), penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), kalender akademik, dan dokumen perencanaan lain pendukung terselenggaranya SKS sesuai dengan prinsip penyelenggaraan SKS.
c. Menentukan dan menyusun SK penugasan guru sebagai PA.
d. Menyusun uraian tugas pokok dan fungsi masing-masing bagian penyelenggara SKS.
e. Mengembangkan organisasi sekolah pendukung penyelenggaraan SKS.
f. Menyiapkan guru dan staf dalam merealisasi seluruh perencanaan program pendukung penyelenggaraan SKS.
g. Menyusun Prosedur Operasional Standar (POS) penyelenggaraan SKS.
h. Mengelola sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan SKS. 
i. Mengatur tata laksana sistem administrasi penyelenggaraan SKS.
j. Mengelola semua sumber daya yang ada di sekolah dalam rangka mendukung penyelenggaraan SKS.
k. Membantu mengembangkan profesional guru dalam menyusun dan melaksanakan layanan utuh unit-unit pembelajaran atau UKBM-UKBM.
l. Membangun karakter warga sekolah untuk mensukseskan penyelenggaraan SKS.
m. Mengembangkan kemampuan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas adiministrasi penyelenggaraan SKS.
n. Memberikan dorongan kepada warga sekolah agar seluruh komponen pendidikan dapat berkembangsecara optimal dalam penyelenggaraan SKS.
o. Mengembangkan kepekaan untuk melihat adanya peluang dan memanfaatkan peluang untuk kepentingan penyelenggara SKS.

5) Guru
Mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, maka peran guru adalah mengembangkan kompetensinya untuk mendukung penyelenggaraan SKS seperti berikut.
a. Mengembangkan wawasan atau landasan kependidikan untuk mendukung tugas profesionalnya dalam melaksanakan pembelajaran dengan SKS untuk mengembangkan karakter dan kemampuan Higher Order Thinking Skills (HOTS)
b. Memahami terhadap peserta didik dalam memberikan layanan pembelajaran individu.
c. Menyusun Pedoman Guru.
d. Mengembangkan silabus.
e. Merancangan pembelajaran (RPP) yang kondusif untuk mengembangkan karakter dan kemampuan Higher Order Thinking Skills (HOTS)
f. Mengembangkan kurikulum mata pelajaran dalam bentuk unit-unit utuh pembelajaran atau UKBM.
g. Melaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis yang bermuara pada berkembangnya karakter dan kemampuan Higher Order Thinking Skills (HOTS) peserta didik
h. Memanfaatan teknologi pembelajaran sesuai dengan konsep dan prinsip Techno Pedagogical Content Knowledge (TPACK)
i. Mengembangkan soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) dilengkapi dengan kisi-kisi dan telaah soal. 
j. Melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar dalam bentuk penilaian formatif dan sumatif.
k. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya sebagai pembelajar cepat, normal, dan lambat.

6) BK
Mengacu kepada Permendikbud Nomor 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah, maka peran BK sebagai berikut.
a. Memberikan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik di satuan pendidikan penyelenggara SKS, dalam hal: pemahaman diri dan lingkungan, fasilitasi pertumbuhan dan perkembangan, penyesuaian diri dengan diri sendiri dan lingkungan, penyaluran pemilihan pendidikan, pekerjaan dan karir, pencegahan timbulnya masalah, perbaikan dan penyembuhan, pemeliharaan kondisi pribadi dan situasi yang kondusif untuk perkembangan diri peserta didik, pengembangan potensi optimal, advokasi diri terhadap perlakukan deskriminatif, dan membangun adaptasi pendidikan dan tenaga kependidikan terhadap program dan aktivitas pendidikan sesuai dengan latar belakang pendidikan, bakat, minat, kemampuan, kecepatan belajar, dan kebutuhan peserta didik.
b. Membantu peserta didik mencapai perkembangan optimal dan kemandirian secara utuh dalam aspek pribadi, belajar, sosial, dan karir.
c. Bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan di dalam dan di luar satuan pendidikan untuk melaksanakan layanan.

7) Pembimbing Akademik (PA)
Satuan pendidikan penyelenggara SKS di samping mengoptimalkan layanan bimbingan dan konseling juga wajib menyedia PA sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 158 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Menengah Pasal 6 ayat (1), di mana peran PA dilaksanakan oleh Wali Kelas, dengan tugas sebagai berikut.
a. Membimbing sejumlah peserta didik dalam satu rombongan belajar.
b. Membimbing perkembangan prestasi akademik peserta didik hingga akhir masa studi.
c. Membimbing peserta didik pada saat pengisian Kartu Rencana Studi (KRS), pemilihan peminatan, dan pembagian rapor, dan/atau melaksanakan konsultasi akademik.
d. Membimbing dan mengarahkan pelaksanaan pendalaman minat apabila satuan pendidikan telah menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi.
e. Membuat laporan hasil penilaian setiap semester.
f. Memberikan pertimbangan dan menetapkan peserta didik yang dapat mengambil UKBM setiap semester.
g. Menetapkan mata pelajaran yang harus diikuti dalam program remediasi atau pengayaan.
h. Memantau dan melakukan analisis terhadap data bakat, minat, dan prestasi yang diperoleh dari BK, serta memberikan rekomendasi konstruktif selama mengikuti pendidikan di satuan pendidikan agar peserta didik berkembang potensi akademiknya secara maksimal.
i. Melakukan pendampingan secara intensif sehingga peserta didik dapat menyelesaikan masa studinya sesuai atau lebih cepat dari kuota belajar di SMA yaitu 6 (enam) semester. 
j. Mengelola hasil penilaian akhlak mulia dan kepribadian berdasarkan hasil penilaian dari guru mata pelajaran pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan dan masukan dari guru mata pelajaran lainnya.
k. Menjalin komunikasi dan kerjasama dengan orangtua, BK, dan guru mata pelajaran lainnya untuk mendukung pengembangan potensi peserta didik.
l. Memberikan layanan konsultasi akademik sesuai kebutuhan dalam tiap semester.
m. Saling berkoordinasi dengan PA pengganti apabila ada penggantian PA (PA dapat berganti sesuai dengan pertimbangan dan kebijakan satuan pendidikan masing-masing).

8) Tenaga Kependidikan
Mengacu kepada Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan, maka peran tenaga kependidikan sebagai berikut.
a. Merancang, melaksanakan, dan melaporkan hasil rancangan administrasi penyelenggraan SKS (disarankan berbasis digital) kepada Kepala Sekolah.
b. Melaksanakan pengadministrasian bidang kurikulum, kesiswaan, sarana dan prasarana serta kehumasan, penggunaan dan laporan keuangan serta ketatausahaan lainnya.
c. Melaksanakan operasional e-rapot SKS.
d. Mengelola dan mengisi Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan Pangkalan Data Sekolah dan Siswa(PDSS).
e. Melaporkan pelaksanaan teknis dari tugas masing-masing sekurang-kurangnya setiap akhir semester yang ditujukan kepada Kepala Sekolah

    Download Naskah Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Naskah Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA



    Download File:
    Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA.pdf

    Sumber: http://psma.kemdikbud.go.id

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Naskah Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA. Semoga bisa bermanfaat.

    Lihat juga beberapa informasi dan berkas terkait dengan SMA di bawah ini.


    0 Response to "Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA"

    Posting Komentar